Modul 1.4.a.8 - Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

Koneksi Antar Materi Budaya Positif - Seorang guru yang baik harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah. Budaya positif di sekolah yang dimaksudkan disini adalah berupa nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat, dan bertanggung jawab. Budaya positif merupakan pembahasan menarik yang dipaparkan pada modul 1.4 dalam program pendidikan guru penggerak yang sedang saya jalani. Berikut ini akan saya paparkan hal-hal apa saja yang saya pahami tentang budaya positif sebagai bentuk refleksi saya terhadap materi modul 1.4 ini.

Budaya Positif - disiplin positif

Budaya positif tersebut dapat dijalankan dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, memahami motivasi perilaku manusia berkaitan dengan hukuman dan pengahargaan, kebutuhan dasar manusia, posisi kontrol seorang guru, pembuatan keyakinan kelas/sekolah dan penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah.

Kata disiplin sering dikaitkan dengan tata tertib, teratur, dan taat aturan. Bahkan sering dihubungkan dengan hukuman apabila seseorang menjadi tidak disiplin atau melanggar aturan. Padahal, disiplin positif merupakan bagian dari budaya positif dan merupakan cara penerapan disiplin yang mengajarkan murid untuk bertanggung jawab dan menumbuhkan kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Disiplin positif lebih ke arah disiplin diri yang dapat mengontrol diri dalam melakukan segala tindakan. Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang kuat disini maksudnya adalah  memiliki motivasi internal. Orang yang disiplin memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam dirinya untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan hati nuraninya, tanpa adanya paksaan atau iming-iming berupa hadiah dan pujian. 

Berkaitan dengan motivasi manusia, Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada tiga motivasi perilaku manusia, yaitu:

  1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
  2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain
  3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya

 Motivasi Perilaku Manusia


Jika guru memahami ketiga motivasi di atas, maka guru dapat memilah motivasi apa yang ada dalam diri murid. Jika motivasi yang dimiliki murid adalah untuk menghindari hukuman atau  mendapat penghargaan, maka motivasi yang dimilikinya berasal dari motivasi eksternal. Dalam hal ini, guru harus berupaya untuk dapat menumbuhkan motivasi internal dalam diri murid agar mereka dapat menjadi pribadi yang lebih menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Dengan demikian, guru sebaiknya menghindari hukuman atau pemberian penghargaan yang berlebihan untuk mengurangi motivasi eksternal dan menumbuhkan motivasi internal dalam diri murid. Selanjutnya, dalam mewujudkan disiplin positif pada murid, guru sebaiknya mengetahui 5 posisi kontrol guru sehingga guru dapat meninjau kembali apakah cara-cara yang diterapkan sudah efektif, berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid. Adapun kelima posisi kontrol tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Penghukum, biasanya menggunakan hukuman fisik maupun verbal
  2. Pembuat rasa bersalah, biasanya membuat orang lain tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri 
  3. Teman, biasanya tidak akan menyakiti murid dan cenderung berupaya melakukan kontrol dengan cara persuasi. Hal ini bisa jadi positif maupun negatif
  4. Pemantau, biasanya mengawasi berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi 
  5. Manajer, biasanya berbuat sesuatu bersama murid, mempersilakan murid bertanggung jawab dan mendukung murid untuk mencari solusi atas pemasalahannya
Posisi kontrol guru yang paling ideal adalah sebagai manajer, meskipun dalam pelaksanaan praktik penerapan disiplin bisa jadi guru akan kembali ke posisi teman atau pemantau.  Namun, diharapkan guru akan selalu bisa menjadi manajer sehingga dapat membentuk murid menjadi pribadi yang lebih mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala tindakan dan perilakunya. Posisi manajer juga mengacu pada restitusi yang dapat menjadikan murid sebagai manajer bagi dirinya sendiri sehingga tercipta identitas positif pada diri murid. 

Dalam menerapkan posisi kontrol sebagai manajer, guru sebaiknya menyadari bahwa ada suatu tujuan dibalik perilaku manusia. Dalam hal ini, kita harus percaya bahwa murid juga memiliki tujuan dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Menurut Dr. William Glasser, terdapat 5 konsep kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan atas kasih sayang dan merasa diterima, kebutuhan untuk diakui atas kemampuannya (penguasaan), kebutuhan akan kebebasan, dan kesenangan. Masalah yang terjadi pada siswa, dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, guru harus benar-benar memperhatikan lima kebutuhan dasar tersebut sebagai dasar dari perilaku murid. Dengan memahami kebutuhan dasar yang dibutuhkan murid ketika masalah terjadi, penanganan terhadap suatu masalah yang mereka hadapi akan menjadi lebih maksimal dan bermakna.

Kebutuhan Dasar Manusia

Adapun dalam mengatur perilaku murid, guru bersama murid dapat membuat suatu kesepakatan yang disebut keyakinan kelas/sekolah. Keyakinan kelas merupakan ketetapan yang telah disepakati dan diyakini bersama oleh guru dan murid. Biasanya merupakan kalimat positif yang mudah diingat dan dipahami, dan harus diterapkan dalam lingkungan sekolah. Keyakinan kelas dibentuk untuk mewujudkan disiplin positif dari siswa sehingga mereka mempunyai kesadaran penuh untuk melaksanakan kesepakatan kelas yang sudah diyakini dengan penuh tanggung jawab dan tanpa paksaaan. Namun, jika ada murid yang melanggar keyakinan yang sudah disepakati, maka diperlukan adanya komunikasi yang baik antara guru dan murid untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan segitiga restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali ke kelompoknya dengan karakter yang kuat (Gossen 2004).  Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri dan mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakannya. Ada tiga tahapan dalam segitiga restitusi, yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan.

Terdapat hal menarik bagi saya dan diluar dugaan dalam mempelajari modul 1.4 ini, adalah bahwa ternyata pemberian hadiah tidak selalu baik. Hal ini justru akan menghambat terwujudnya motivasi internal dalam diri siswa. Sehingga apa yang mereka lakukan tidak lagi murni atas dasar keinginan mereka. Hal ini mungkin kedepannya tidak akan baik sebab bisa jadi ketika tidak ada hadiah mereja menjadi tidak termotivasi untuk belajar. Selain itu, pemberian hadiah juga dapat merusak hubungan, mengurangi ketepatan, menurunkan kualitas, dan mematikan kreativitas. 

Kesimpulan

Dengan menjalankan budaya positif di sekolah maka akan mempermudah mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan yang berpihak pada murid dan menuntun tumbuh/hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada murid. Hal ini dapat diwujudkan jika guru memiliki 5 nilai guru penggerak diantaranya berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratid, dan inovatif.

Budaya positif dapat dilakukan dengan menerapkan disiplin positif. Dalam menerpaknan disiplin positif, sebaiknya guru menumbuhkan motivasi internal anak sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Selain itu, dalam menerapkan budaya positif, guru perlu mengambil peran untuk melakukan restitusi dan dalam penerapannya, guru perlu mengetahui 5 posisi kontrol, yaitu sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer.  Pada kegiatan restitusi, guru dapat menerapkan segitiga restitusi dengan tahapan menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Adapun keyakinan yang dimaksud disini adalah merupakan keyakinan kelas atau sekolah. 

Menerapkan budaya positif tentu akan berimbas pada lingkungan sekolah yang positif. Hal tersebut dapat membuat warga sekolah merasa aman dan nyaman untuk  berada dan menghabiskan waktu di sekolah. Keadaan yang demikian tentunya dapat memunculkan hal-hal positif dalam diri warga sekolah. Inkuri Apresiatif (IA) merupakan pendekatan manajemen perubahan kolaboratif yang mengutamakan kekuatan (positif). Dalam hal ini, setiap orang dipercayai memiliki kekuatan yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Adapun visi yang sesuai dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah memerdekakan murid, berpihak pada murid, dan mewujudkan profil pelajar pancasila.

Lebih lanjut, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, akan lebih baik jika seluruh warga sekolah terlibat. Dalam hal ini, peran guru dalam menggerakkan komunitas praktisi, pendorong kolaborasi, serta coach bagi guru lain sangat diperlukan. 

Perubahan 
Setelah mempelajari modul ini, saya belajar untuk memunculkan motivasi instrinsik dalam diri siswa sehingga mereka belajar bukan lagi karena adanya hadiah, penghargaan, atau pujian. Sebelumnya, saya sering memberikan hadiah bagi siswa yang bisa menjawab dengan benar. Tujuannya agar mereka lebih semangat dalam belajar dan menjawab soal yang saya berikan.  Sekarang, saya akan mencoba memberikan pemahaman kepada mereka agar mau belajar atas kemauan sendiri dan demi diri sendiri
Perubahan lainnya adalah dalam mengatasi masalah, seringkali saya bersikap sebagai teman atau pembuat rasa bersalah. Namun, kini saya menyadari bahwa posisi kontrol yang paling ideal adalah sebagai manajer. Selanjutnya, saya akan belajar dan berusaha memposisikan diri sebagai manajer agar para murdi bisa menyelesaikan permasalahannya dengan mandiri dan penuh tanggung jawab.

Pengalaman, Perasaan, Hal baik dan yang harus diperbaiki
Pengalaman yang saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul budaya positif adalah ketika menerapkan praktik segitiga restitusi. Dalam praktik tersebut, saya mengangkat kasus yang memang benar sering terjadi, yaitu murid bolos di jam terakhir dan bertengkar dengan temannya. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, saya menerapkan langkah-langkah segitiga restitusi, yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Ketika melakukan hal tersebut, saya merasa sangat senang sebab saya bisa menuntun siswa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini akan menjadikan mereka pribadi yang lebih bertanggung jawab dan lebih memperhatikan segala ucap, tingkah, dan lakunya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Saya juga merasa termotivasi untuk terus memperbaiki diri untuk terus mewujudkan budaya positif di lingkungan sekitar saya. Adapun hal yang harus diperbaiki adalah pentingnya tata bahasa dalam berdialog dengan murid ketika menuntun mereka menyelesaikan masalah dan agar lebih luwes dalam menerapkan posisi kontrol sebagai manajer.
Pengalaman lainnya adalah ketika memberikan hadiah kepada siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar. Saya menyadari setelah tidak lagi memberikan hadiah, bahwa mereka hampir seluruhnya menjadi antusias dalam menjawab pertanyaan yang saya berikan. Mereka jadi semangat menunjukkan hasil kerjanya, walaupun menjadi murid yang paling terakhir menjawab pertanyaan. Terlihat juga dari ekspresi mereka sangat puas ketika sudah berhasil menjawab dengan benar. 

Posisi Kontrol dan Penerapan Segitiga Restitusi Sebelum dan Sesudah Mempelajari Modul
Sebelum mempelajari modul ini, posisi kontrol yang sering saya perankan adalah sebagai teman dan pembuat rasa bersalah. Ketika menjadi teman, saya berharap dapat menjalin kedekatan emosional dengan mereka sehingga mudah bagi saya untuk lebih mempengaruhi mereka. Ternyata, mereka menjadi tidak mandiri dan menjadi bergantung pada saya. Bahkan dalam belajar, beberapa murid jadi selalu ingin ditunjukkan cara menyelesaikan soal matematika yang saya berikan tanpa mau berusaha memunculkan idenya sendiri. Sedangkan ketika menjadi pembuat rasa bersalah, tujuan saya adalah untuk menyadarkan murid akan kesalahannya. Namun ternyata posisi ini kurang tepat dan dapat menyebabkan murid menyalahkan diri sendiri dan menjadi rendah diri. Setelah mempelajari modul ini, saya mencoba menajalankan peran sebagai manajer. Kedepannya, saya akan berusaha menjadi manajer yang baik sehingga murid-muird dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri dan penuh tanggung jawab.

Adapun dalam menerapkan segitiga restitusi, sebelum mempelajari modul, langkah yang saya lakukan hanya sampai pada menstabilkan identitas dan validasi tindakan yang salah. Saya sering mengatakan pada murid bahwa melakukan kesalahan itu sangat wajar dan manusiawi. Hanya saja, dilangkah terakhir, saya cenderung mendiktekan hal-hal yang harus mereka lakukan dalam menyelesaikan masalahnya. Seharusnya, pada tahap ini saya menuntun mereka untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keyakinan mereka. Setelah mempelajari modul ini, saya akan berusaha menuntun mereka sampai dengan langkah terakhir pada segitiga restitusi, yaitu dengan menanyakan keyakinan mereka sehingga terwujudnya pribadi murid yang mandiri dan penuh tanggung jawab.

Budaya poitif di lingkungan sekolah tidak dapat terwujud jika guru bergerak sendiri-sendiri. Sehingga, hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari dalam mewujudkan budaya positif adalah terciptanya kolaborasi yang baik antar warga sekolah maupun dengan orang tua. Kolaborasi ini baik untuk diterapkan agar budaya positif tidak hanya diterapkan di sekolah saja, namun juga dirumah sehingga menjadi kebiasaan baik yang selanjutnya akan membentuk karakter yang baik pula bagi murid dimanapun mereka berada. 

Berikut merupakan rencana aksi nyata yang akan saya terapkan di sekolah tempat saya mengajar.



Dirulis oleh: Etrin Junintha Pradipta - CGP Angkatan 7 Kab. Lombok Tengah

Post a Comment

2 Comments

  1. Oalah ternyata kasih hadiah untuk anak ndak baik ternyata, selama ini masih saya lakukan.
    Mantap nih, saya sebagai rekan kerja mendukung sekali aksi nyata ini Bu Trin. Semoga budaya positif di sekolah kita terwujud melalui strategi penerapan kayakinan kelas dan segitiga restitusi. Bravo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul srkali pak guh. Itu jg hal baru bwt sy karena selama ini sy sering ngasi hadiah. Terima kasih paknguru. Mari sm2 kita berkolaborasi mewujudkan budaya positif di smpn satap emboan

      Delete