Jangan Terjebak! Menguatkan Tidak Harus Mengulang Lagi!

 


Mengajar Matematika di SMP sering terasa seperti terjebak dalam lingkaran waktu. Saat seharusnya murid sudah mempelajari Aljabar dan Geometri, namun masih harus mengulang perkalian bersusun, pembagian, dan operasi pecahan. Fenomena ini nyata dan banyak guru, mungkin termasuk Anda, merasakan dilema yang sama. 
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus menghentikan materi SMP dan fokus pada aritmatika dasar yang seharusnya dikuasai di jenjang sebelumnya?

Bagi penulis, jawabannya tegas, TIDAK!

Kita harus melanjutkan materi sesuai jenjang SMP, namun dengan strategi yang cerdas. Ingatlah bahwa fokus pendidikan ada pada potensi perkembangan murid, bukan hanya pada kompetensi yang sudah ada.  Menurut Lev Vygotsky, belajar paling efektif terjadi saat murid dihadapkan pada tugas yang berada sedikit di luar kemampuan mereka saat ini, tetapi dapat mereka capai dengan dukungan (scaffolding) dari guru. Inilah yang disebut ZPD. 
Jika guru hanya fokus pada hitungan dasar SD (yang seharusnya sudah dikuasai), guru beresiko mengajar di bawah ZPD mereka, yang justru akan menyebabkan kebosanan dan rendahnya motivasi. Sebaliknya, dengan melanjutkan materi sesuai jenjang SMP (materi lebih tinggi), misalnya aljabar, guru menempatkan murid dalam ZPD. Dalam proses mencoba memecahkan masalah aljabar, mereka akan terpaksa menggunakan perkalian (dasar) mereka. Proses dipaksa menggunakan inilah yang menjadi bentuk latihan yang relevan dan efektif

Dilema antara Aritmatika Dasar vs Berpikir Matematis

Beberapa rekan guru mungkin menyarankan untuk fokus pada hitungan dasar, sebab percuma lanjut jika dasarnya belum kuat. Pandangan ini, meskipun berniat baik, namun beresiko menghambat potensi murid SMP.  Mengapa demikian? Karena matematika tingkat SMP (Aljabar, Geometri, Statistika) adalah tempat dimana kemampuan berpikir matematis dikembangkan. Kemampuan ini meliputi penalaran, pemecahan masalah, dan koneksi antarkonsep. 
Jika hanya mengulang operasi hitung dasar, kita hanya melatih mereka menjadi kalkulator. Tetapi, di usia SMP, mereka harus dilatih untuk berpikir logis. Maka, kuncinya adalah anggap saja hitungan dasar sebagai alat, bukan tujuan akhir mereka belajar matematika.

Daripada mengisolasikan waktu khusus untuk drill perkalian yang akan membosankan dan memicu kecemasan matematika, akan lebih baik jika mengubah materi SMP menjadi medan latihan yang relevan dan bermakna. Ini adalah inti dari pendekatan Embedded Remediation yang telah terbukti efektif. 

Strategi Remedial yang Tertanam (Embedded Remediation)
Remedial Tertanam adalah pendekatan pembelajaran dimana dukungan atau perbaikan untuk keterampilan prasyarat yang lemah dilakukan secara langsung dan terintegrasi ke dalam materi pembelajaran yang sedang berjalan, bukan sebagai sesi atau program terpisah. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah:
  1. Paksa aritmatika muncul dalam konteks. Kita bisa sengaja menggunakan angka-angka yang menuntut mereka menggunkan keterampilan dasar yang lemah. Misalnya saat mencari rata-rata (Statistika), secara otomatis menuntut penguatan penjumlahan bersusun dan pembagian bersusun. Atau saat belajar geometri dalam menghitung luas, keliling, dan volume yang menggunakan keterampilan hitung penjumlahan dan perkalian bilangan bulat atau desimal. Murid akan akan menyadari pentingnya penguasaan terhadap operasi perkalian dan penjumlahan. 
  2. Ubah prosedur menjadi penalaran. Salah satu alasan utama murid SMP lemah diperkalian adalah karena mereka hanya menghapal langkahnya, bukan memahami konsep nilai tempat. Disinilah aljabar mengambil peran sebagai penyelamat. Misalnya, saat mengajarkan perkalian bilangan dua digit, tunjukkan hubungannya dengan sifat distribusif atau model area aljabar. Contoh perkalian 23 × 14 dapat ditulis    (20 + 3) × (10 + 4) = (20×10)+(20×4)+(3×10)+(3×4).              Pendekatan ini tidak hanya memperbaiki keterampilan berhitung, tetapi juga memberi fondasi konseptual yang kuat untuk pemahaman aljabar mereka di masa depan. Kita membuktikan kepada mereka bahwa matematika itu saling terhubung
  3. Alihkan drill ke tugas mandiri. Jangan habiskan waktu berharga di kelas untuk latihan berulang yang bisa membuat murid frustasi. Manfaatkan teknologi (jika memungkinkan) dan gamifikasi (seperti Wayground, Kahoot, atau aplikasi sejenis) sebagai PR mandiri. Manfaatkan waktu di kelas sepenuhnya untuk diskusi, pemecahan masalah, dan pemberiak scaffolding pada konsep-konsep baru yang memang memerlukan bimbingan guru.
Satu hal penting yang sebaiknya kita ingat, fokus kita bukanlah menunggu sampai dasar tuntas 100%, karena kesempurnaan itu mungkin tidak pernah tercapai. 
Matematika bersifat hierarkis dan spiral, selalu ada konsep lama yang muncul dalam bentuk baru, di tingkat kerumitan yang lebih tinggi.
Yang perlu ditanamkan adalah kemampuan murid untuk mengenali dan memperbaiki kesalahan dasar mereka sendiri saat mereka berjuang menyelesaikan masalah yang lebih besar. 
Jangan terjebak! Menguatkan tidak harus mengulang lagi. Sebaliknya, kita bisa gunakan tantangan yang ada di depan sebagai motivasi dan konteks bagi murid untuk memperbaiki fondasi mereka. Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya mengejar ketertinggalan materi, tetapi juga melatih murid menjadi pemikir yang lebih kuat, mandiri, dan siap menghadapi tantangan matematis di masa depan. 

Post a Comment

0 Comments