Menjinakkan Hati

 Mendidik bukan hanya mengisi pikiran, tetapi juga menjinakkan hati. Dengan memeluk monyet (sistem limbik) dan menenangkan reptil (otak reptil) yang ada pada setiap murid, kita sebagai guru bisa membuka jalan bagi neokorteks mereka untuk tumbuh dan berkembang.

Kalimat di atas mungkin terdengar seperti pepatah, tapi bagi penulis dan salah satu rekan di sekolah yang merupakan fasilitator BK, ini adalah kunci untuk memahami tantangan terbesar di kelas, salah satu cara yang mungkin bagaimana digunakan untuk menjinakkan murid. By the way, penggunaan kata menjinakkan mungkin terkesan ekstrem, seolah memberikan kesan murid yang sangat ganas. Faktanya, tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali kita merasa frustasi saat melihat murid yang acuh tak acuh, sulit fokus, atau bahkan menolak untuk belajar. Ternyata, ini bukanlah tentang perlawanan, melainkan tentang mekanisme bertahan. 

Kira-kira, kenapa ya mereka bersikap seperti itu? Jawabannya tidak sesederhana 'malas'. Jauh di dalam kepala setiap murid, ada tiga bagian otak yang saling bekerja sama. Tugas kita sebagai guru adalah memastikan ketiganya selaras. 

sumber gambar 


Reptil yang butuh rasa aman (Otak Reptil)

Lapisan paling dasar ini adalah tempat naluri bertahan hidup berada. Sebelum murid bisa berpikir, otak reptil mereka harus merasa aman. Murid yang lapar, lelah, takut dihakimi, atau merasa tidak nyaman di kelas, akan mengaktifkan otak reptilnya. Apa dampaknya? Mereka tidak akan fokus pada pelajaran. Nah, tugas kita disini adalah menciptakan lingkungan yang aman, stabil, dan bebas dari ancaman. Saat 'reptil' mereka tenang, barulah proses belajar bisa dimulai.

Monyet yang penuh emosi (Sistem Limbik)

Tepat di atas otak reptil, ada sistem limbik. Ini adalah pusat emosi, kenangan, dan koneksi sosial. Jika murid merasa bosan, cemas, atau tidak terhubung dengan guru atau teman sekelasnya, 'monyet' ini akan berteriak, membuatnya sulit menerima informasi. Kita tidak bisa langsung menuntut mereka berpikir logis jika emosinya sedang kacau. Nah, disinilah  kita harus memeluk monyet ini. Yang dapat kita lakukan adalah menunjukkan empati, mendengarkan cerita mereka, dan membuat pembelajaran menjadi pengalaman yang menyenangkan dan relevan. 

Manusia yang siap berpikir (Neokorteks)

Inilah bagian otak yang kita harapkan aktif saat mengajar. Bagian ini merupakan pusat logika, pemecahan masalah, dan kreativitas. Namun, bagian ini baru bisa bekerja optimal setelah dua bagian otak sebelumnya, reptil dan monyet, merasa nyaman dan tenang. Kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam menjelaskan konsep matematika yang rumit, namun jika murid merasa terancam (reptilnya panik) atau cemas (monyet gelisah), neokorteks mereka tidak akan bisa menyerap apapun. 

Diskusi tentang sistem otak ini membuka mata penulis pada sudut pandang yang berbeda, bahwa mengajar juga tentang membangun pondasi yang tepat. Kita tidak bisa langsung lompat ke neokorteks tanpa terlebih dahulu menenangkan otak reptil dan merangkul sistem limbik. Ketika murid menunjukkan perilaku yang berbeda dan tidak sesuai yang kita harapkan, barangkali reptil mereka sedang panik atau monyet mereka sedang gelisah. Ini adalah sinyal SOS, bahwa ada sesuatu yang tidak beres di otak mereka. Kita sebagai guru harus siap menjadi detektif, untuk mencari tahu dimana letak masalahnya. Lalu menggunakan strategi yang tepat untuk menenangkan reptil dan memeluk monyet mereka. Setelah itu, barulah pintu untuk neokorteks mereka bisa terbuka. 

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memastikan setiap bagian otak murid siap untuk belajar. Dengan memahami dan menerapkan prinsip ini, semoga kita bisa membentuk hati yang siap untuk bertumbuh dan berkembang :D

Post a Comment

0 Comments