Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran-Pemikiran Ki Hajar Dewantara


Assalamu'alaikum

Salam Hebat dan Semangat Bapak Ibu Guru dimanapun berada

Pada tulisan kali ini, saya, Etrin Junintha Pradipta, calon guru penggerak angkatan 7 dari SMPN Satu Atap Emboan, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, akan menyampaikan kesimpulan dan refleksi terhadap materi modul 1.1 tentang pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan tokoh pendidikan yang telah memberikan banyak sumbangsih untuk negeri kita. Salah satunya adalah semboyan yang sangat kita kenal yang berbunyi Ing Ngarso Sung Tulodo (memberikan teladan), Ing Madya Mbangun Karso (membangun semangat), Tut Wuri Handayani (memberikan dorongan).



Sebelum mempelajari modul  1.1 ada beberapa pemikiran yang saya yakini dan ternyata berubah setelah saya mempelajari modul 1.1. Pertama, saya berpikir bahwa peserta didik itu merupakan selembar kertas kosong dan pendidik di sini bertindak sebagai pelukis yang boleh melukiskan apa saja pada kertas kosong tersebut. Kedua, saya berpikir bahwa pengajaran dan pendidikan itu sama. Ketiga, saya sering memberikan tugas yang seragam tanpa mempertimbangkan keragaman potensi peserta didik

Banyak hal yang saya pelajari tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara melalui modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Konsep-konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara memberian pengaruh yang cukup signifikan terhadap pemikiran saya tentang pendidikan. Pengajaran ternyata merupakan salah satu bagian dari pendidikan dan bukanlah hal yang sama. Maksudnya, pengajaran tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu yang berfaedah untuk anak-anak, abik lahir maupun bathin. Sedangkan pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya, pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun sebagai anggota masyarakat

Hidup tumbuhnya anak terletak di luar kecakapan atau kehendak kita sebagai kaum pendidik. Anak terlahir bukan seperti selembar kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa. Melainkan sudah berisi garis yang samar. Anak-anak  lahir, hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri, kodrat alam dan zaman. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan kodrat itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Selain itu, kita juga diingatkan untuk tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada. Namun, tidak semua yang baru itu baik jadi perlu diselaraskan dulu. Sejalan dengan hal tersebut, mungkin salah satu tantangan bagi kita adalah bahwa sebagai guru kita harus mampu membekali keterampilan kepada para siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, menyesuaikan diri, dan berkarya sesuai zamannya. Dalam hal ini, kita harus menerima bahwa potensi dan minat yang dimiliki anak adalah berbeda.

Menurut KHD ada 3 prinsip untuk melakukan perubahan atau sering disebut 3 asas Trikon, diantaranya yaitu: Kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Kontinuitas maksudnya adalah ketika belajar kita harus berkelanjutan. Kita tidak boleh melupakan budaya dan sejarah dalam melakukan perubahan. Konvergensi maksudnya adalah pendidikan harus memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan kita. Dan yang terakhir adalah konsentris maksudnya adalah pendidikan harus menghargai keberagaman dan memerdekakan pembelajar. Jadi jelas sekali terlihat bahwa pendidikan itu memerdekakan.

Adapun hal-hal yang coba saya terapkan agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut:

Pertama, bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, merupakan hal yang harus menjadi prinsip saya dalam mendidik siswa. Saya harus mengubah pemikiran saya yang tadinya berfikir bahwa anak itu adalah selembar kertas kosong yang tidak tahu apa-apa, saya harus meyakinkan diri saya bahwa setiap anak lahir sudah lengkap dengan potensinya masing-masing, meskipun masih terlihat samar. Dalam hal ini, saya harus peka dalam membaca dan mengenali setiap potensi anak yang saya didik agar pengajaran dan pendidikan yang saya berikan nantinya, bisa betul-betul menggali potensi anak seoptimal mungkin.

Kedua, saya harus mengupayakan pembelajaran yang berpusat pada anak. Memberikan ruang, kesempatan, dan fasilitas seluas-luasnya agar anak mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Saya sebagai pendidik, menempatkan diri saya sebagai fasilitator yang menuntun anak agar ia mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Di akhir pembelajaran penting bagi saya untuk memberikan penguatan terhadap materi-materi konseptual agar anak tidak mengalami miskonsepsi. Selain itu, melalui pembelajaran yang berpusat pada anak saya berharap bisa mengasah keterampilan abad 21 mereka.

Ketiga, mendidik harus disesuaikan juga dengan kodrat zaman. Dalam hal ini, saya akan berupaya untuk menggunakan media elektronik dalam kegiatan pembelajaran sehingga akan lebih menarik dan diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar anak

Keempat, kodrat anak adalah senang bermain. Dalam hal ini, saya akan mencoba menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dengan cara mengkolaborasikan asiknya permainan ke dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya dengan melakukan permainan tebak kata ketika pembelajaran berlangsung.

Kelima, sebagai wujud dari tujuan pendidikan yang utama yaitu lahirnya anak yang tidak hanya kompeten dari segi akademis, tapi juga berbudi pekerti yang baik. Saya sebagai guru harus bisa  memberikan teladan yang baik pada anak, tidak hanya sekedar wejangan saja. Jadi anak tidak hanya melakukan apa yang saya katakan, tapi harapannya anak mampu meneladani perilaku-perilaku baik yang saya contohkan. Selain sebagai upaya memotivasi anak agar berbudi pekerti baik, ini juga bisa jadi tantangan untuk saya bagaimana caranya agar saya bisa konsisten memberikan keteladanan yang baik. Guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru.


Post a Comment

0 Comments