"Ganti
menteri, ganti kurikulum", merupakan prase yang sering muncul ketika kita
berbicara tentang kurikulum. Banyak yang berpikir seperti itu karena faktanya
memang demikian adanya. Namun pergantian kurikulum tidak dapat kita hindari seiring
dengan perkembangan yang terjadi pada masyarakat, terutama dalam hal teknologi
dan komunikasi.
Pandemi
Covid 19 memberikan dampak sekaligus perubahan yang sangat besar dalam segala
aspek, termasuk juga pendidikan. Pembelajaran yang awalnya dilakukan secara
tatap muka dengan menggunakan kurikulum 2013, selama pandemi tidak berjalan lancar
sebab lebih dari 3 bulan, sejak Maret 2020, siswa diwajibkan untuk belajar dari
rumah. Kurikulum darurat yang disandingkan dengan Program Merdeka Belajar hadir
menjadi solusi dalam mengatasi learning
loss. Hal ini merupakan cara yang efektif menurut penulis mengingat letak
geografis dan sumber daya yang berbeda pada tiap daerah di Indonesia.
Berbagai
tahapan telah dilakukan dalam menghadapi era kenormalan baru, salah satunya
adalah pembiasaan pembelajaran secara bertahap. Saat ini sedang berlangsung
kegiatan pembelajaran dengan tatap muka terbatas. Salain itu, kerangka kurikulum
baru juga telah disiapkan sebagai opsi tambahan untuk melakukan pemulihan
pembelajaran selama 2022-2024. Namun sebelumnya akan dilakukan kajian,
pelatihan, kemudian penerapan pada ranah prototipe, dan evaluasi. Bagaimana
bentuk kerangka prototype tersebut dan apa saja yang telah disiapkan? Berikut
sedikit gambaran tentang latar belakangnya
Kurikulum Paradigma baru akan diuji terlebih adahulu kepada Sekolah Penggerak, kemudian baru diterapkan di sekolah lainnya. Namun, sebelum diterapkan pada setiap satuan pendidikan, tidak ada salahnya untuk mengenal hal-hal baru yang ada dalam kurikulum paradigma baru sehingga sahabat guru bisa lebih siap dalam menghadapi kurikulum tersebut. Mari kita lihat apa saja hal-hal baru dalam kurikulum tersebut.
- Profil
Pelajar Pancasila menjadi acuan dalam pengembangan standar isi, standar proses
dan standar penilaian pendidikan. Secara umum struktur kurikulum paradigm baru
dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan intrakurikuler, tatap muka dalam kelas, dan
kegiatan proyek yang dilakukan untuk mencapai profil pelajar pancasila.
- Tidak
menetapkan jam pelajaran perminggu seperti pada K-13, namun ditetapkan pertahun
sehingga sekolah/satuan pendidikan diberikan keleluasaan dalam mengatur waktu
pelaksanaan pelajaran. Hal ini memungkinkan untuk tidak melaksanakan satu mata
pelajaran selama satu semester, namun dilaksanakan pada semester selanjutnya. Selama
jam pelajaran pertahunnya terpenuhi maka hal ini dibenarkan.
- Mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
jenjang Sekolah Dasar (SD) pada kelas tinggi, yaitu kelas IV, V, dan VI
diajarkan secara bersamaan dengan nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Sosial (IPAS). Hal ini dimaksudkan untuk menjadi bekal bagi peserta didik
sebelum mengikuti pelajaran IPA dan IPS secara terpisah pada jenjang SMP
- Pada
K-13, pelajaran TIK sempat dihilangkan, namun akan kembali dimuat pada
Kurikulum Paradigma Baru dan akan diajarkan pada jenjang SMP, SMA/SMK. Mata
Pelajaran TIK ini nantinya boleh diajarkan oleh guru yang tidak berlatar belakang
TIK asalkan memenuhi syarat tertentu.
- Sebelumnya
kita mengenal istilah KI dan KD, yaitu merupakan kompetensi yang harus dicapai
oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun, pada kurikulum paradigma baru,
kita akan berkenalan dengan istilah baru, yakni Capaian Pembelajaran yang
merupakan rangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai satu kesatuan
proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang utuh. Dengan
demikian, setiap proses hingga asesmen yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan
pembelajaran harus mengacu pada Capaian Pembelajaran yang telah ditetapkan.
- Pendekatan
yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak terbatas pada satu pendekatan
saja. Pendekatan tematik yang selama ini hanya diterapkan pada jenjang SD,
sekarang dapat diterapkan pada jenjang lainnya. Selain itu, pada jenjang SD,
khususnya kelas tinggi tidak harus menggunakan pendekatan tematik dalam
pembelajaran. Artinya, untuk SD kelas tinggi, boleh dilakukan pembelajaran
berbasis mata pelajaran.
- Sekolah diberikan keleluasaan untuk menerapkan model pembelajaran kolaboratif antar mata pelajaran serta membuat asesmen lintas mata pelajaran. Salah satu bentuknya berupa asesmen sumatif dalam bentuk penilaian proyek. Proyek merupakan hal yang harus dilakukan oleh peserta didik. Pada jenjang SD wajib melakukan paling sedikit dua (2) proyek setahun, sedangkan jenjang SMP, SMA/SMK wajib melakukan paling sedikit tiga (3) proyek dalam setahun. Proyek yang dilakukan berupa penguatan profil pancasila dan dilaksanakan secara fleksibel, tidak rutin/terstruktur, dan lebih berpusat pada siswa.
Menurut penulis, masih banyak yang perlu dipahami secara mendalam oleh guru selaku pihak yang berperan paling aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, sebelum kurikulum paradigma baru tersebut mulai diterapkan di seluruh jenjang pendidikan. Kabar baiknya adalah kurikulum ini belum akan diterapkan dalam waktu dekat sehingga masih tersedia cukup waktu bagi pihak sekolah, baik guru maupun kepala sekolah sebelum menerapkan kurikulum ini.
Untuk itu, penulis mengajak Sahabat Guru dimanapun berada, mari kita terus belajar sehingga bisa mengikuti setiap perubahan dan perkembangan kurikulum seiring kemajuan pengetahuan dan teknologi komunikasi. Penulis percaya, kurikulum yg buruk ditangan guru yang baik akan menghasilkan yang terbaik, begitu pun sebaliknya.
2 Comments
Dahlah, malas banget sebenarnya, penamaannya saja yg beda, tapi esensi itu itu aja, sistemnya jalan di tempat. Merdeka Belajar katanya tapi anak anak di paksa paham semua mata pelajaran yg mereka tidak sukai. ðŸ¤
ReplyDeleteHaha. Mari kita telaah dulu pak guru. Kita pelajari cz sy melihat banyak hal menarik disini. Banyak praktik baik rekan2 guru mtk yg sudah sy lihat. Sayangnya, minimnya pengetahuan sy jd nd kepikiran melaksanakan seperti yg mereka lakuin. Salah siapa? 😅
Delete