Setiap menyambut tahun ajaran baru, selalu ada perbincangan hangat yang mengiringi setiap inovasi atau perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kita. Beberapa waktu lalu, diksi "menghamba pada murid" sempat memicu kehebohan. Banyak pro dan kontra dalam berbagai diskusi yang melibatkan guru. Terlepas dari definisi yang mungkin ingin menekankan fokus pada kebutuhan murid, pilihan kata "menghamba" dianggap terasa memberatkan dan konotasinya cenderung merendahkan, seolah menempatkan pendidik pada posisi yang tidak setara, sehingga membuat beberapa pihak mungkin merasa kurang nyaman.
Saat ini, pemerintah sedang menggaungkan pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) sebagai salah satu upaya strategis untuk menjawab tantangan pendidikan abad 21. Mengutip Naskah Akademik tentang Pembelajaran Mendalam, disebutkan bahwa pembelajaran mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu. Yang menarik perhatian penulis dan mungkin juga pembaca, adalah pemilihan diksi 'memuliakan'. Kata ini, terasa jauh lebih menyejukkan dan memanusiakan. Hal ini penulis sadari ketika membaca tulisan salah seorang teman yang didalam tulisannya, dia menggunakan diksi 'semangat memuliakan' (btw tulisannya bukan tentang pembelajaran mendalam ya, hehe). Seketika penulis merasa tercerahkan. Kontras antara 'menghamba' dan 'memuliakan' begitu terlihat jelas. Jika 'menghamba' sering dianggap melayani tanpa batas dan menghilangkan kemandirian, 'memuliakan' justru mengangkat harkat dan martabat, serta terasa lebih memberdayakan. Sebagaimana yang tertuang dalam Naskah Akademik Pembelajaran Mendalam, bahwa memuliakan di lingkungan pendidikan adalah dengan menempatkan penghormatan sebagai inti dari proses pembelajaran
Dalam konteks seorang guru, memuliakan murid bisa dianggap sebagai upaya untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat setiap individu, memperlakukan mereka dengan rasa hormat, empati, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan mereka untuk berkembang dan mencapai potensi terbaiknya. Ini bukan sekedar tindakan baik, melainkan juga untuk memastikan bahwa kemanusiaan selalu menjadi prioritas utama.
Mengapa 'memuliakan' lebih humanis?
Ketika kita berbicara tentang memuliakan murid, kita tidak sedang berbicara tentang memberikan kebebasan tanpa batas atau memenuhi segala keinginannya, Sebaliknya, kita berbicara tentang:
- Mengakui potensi dan keunikan setiap individu. Setiap murid merupakan pribadi yang utuh dan unik dengan bakat, minat, dan caranya sendiri dalam belajar. Memuliakan berarti menghargai perbedaan ini, bukan memaksa untuk selalu sama. Ini adalah inti dari kesadaran. Guru tidak sekedar mengajar materi, tapi juga hadir seutuhnya dan kesadaran ini menuntun guru untuk melihat lebih dari sekedar nilai, melainkan juga potensi yang tersembunyi. Hal ini juga akan berdampak pada rasa percaya diri murid sehingga mereka sadar akan potensinya.
- Membangun lingkungan belajar yang saling menghormati dan bermartabat. Lingkungan belajar yang memuliakan adalah tempat dimana murid merasa dihargai, didengar, dan dihormati sebagai subjek pembelajaran (bukan objek). Ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri murid. Ini memupuk kesadaran diri pada murid, membantu mereka memahami nilai dan suara mereka sendiri dalam proses belajar.
- Mendorong kemandirian dan bertanggung jawab. Memuliakan bukan berarti memanjakan. Sebaliknya, ini tentang memberikan ruang bagi murid untuk belajar mengambil keputusan, belajar dari kesalahan, dan bertanggung jawab atas proses belajarnya. Guru merupakan fasilitator dan bukan penguasa, murid lah yang memiliki kendali atas proses belajarnya sendiri. Ketika murid memiliki kendali dan menyadari bahwa pembelajaran adalah milik mereka, ini menumbuhkan rasa kepemilikian dan membuat setiap pengalaman belajar terasa lebih berarti (bermakna).
- Menciptakan ekosistem belajar yang positif. Ketika semangat memuliakan hadir, hubungan antara guru dan murid menjadi lebih kolaboratif dan suportif. Rasa aman dan nyaman menjadi fondasi bagi eksplorasi dan pengembangan potensi diri yang maksimal. Dalam ekosistem ini, murid tidak lagi merasa takut salah atau dihukum, melainkan termotivasi untuk berani mencoba, bertanya, dan berinovasi dengan penuh kegembiraan, mendorong motivasi instrinsik untuk terus belajar dan berkembang.
Pada akhirnya, konsep 'memuliakan' dalam pendidikan bukan sekedar pilihan diksi yang manis, melainkan sebuah filosofi transformatif dan refleksi dari pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi sebuah perjalanan yang memberdayakan, yang memandu kita menuju pendidikan yang berkesadaran (menyadari setiap individu), bermakna (relevan dan memberdayakan), dan menggembirakan (aman dan memotivasi), Ini adalah esensi pendidikan yang sangat humanis.
Semoga semangat memuliakan ini benar-benar terinternalisasi dalam setiap praktik pendidikan kita, membawa kita menuju generasi pembelajar yang berdaya, berkarakter, dan penuh kebaikan.
Disclaimer: penulis tidak pernah mempermasalahkan istilah menghamba pada murid, karena bagi penulis, istilah ini sangat menekankan totalitas dedikasi dan pelayanan guru. Namun, istilah memuliakan disini memiliki nuansa yang lebih memberdayakan dan setara. Tulisan ini hanya sebuah tulisan reflektif dari orang yang sedang senang menulis ✌️
1 Comments
👍👍👍
ReplyDelete